Hanya Allah Swt. yang
maha mengatur semua ini. Pada tanggal 5 Februari 2016 saya telah memperoleh
hadiah dua buku buah pena Satria Dharma. Buku pertama berjudul Misteri di Balik
Perintah Membaca 14 Abad yang Lalu. Buku kedua berjudul A Full Year of
Literacy yang saya terima di rumah melalui pos, Buku pertama saya
terima langsung dari penulisnya saat bertemu di depan lift Gedung E Lantai 5
Ditjen Dikdasmen. Buku ini ditandatangani langsung saat itu. Setiap tahun
Satria Dharma memang berusaha menulis buku yang dikirimkan kepada penggemarnya.
Buku ini memang beliau janjikan untuk dikirimkan ke alamat rumah.
Alhamdulillah. Beliau baru saja keluar dari kantor Pak Hamid Muhammad, Dirjen
Dikdasmen, tentu terkait dengan Gerakan Literasi Sekolah.
Orang bilang bahwa “book
is the best gift.” Luar biasa, orang yang mengamalkan ini! Menulisnya
saja sudah menjadi amal akhirat. Apa lagi dengan sekalian memberikan buku itu
sebagai hadiah. Saya teringat tiga amal yang akan senantiasa mengikuti
perjalanan kehidupan kita ke akhirat untuk menghadap Allah. Pertama, amal
jariyah, dua ilmu yang bermanfaat, dan tiga anak yang sholeh. Buku-buku yang
dihadiahkan oleh Pak Satria Dharma tersebut mudah-mudahan dapat menjadi ilmu
yang bermanfaat. Amin.
Dari dua judul buku
tersebut, saya akan menukilkan dua butir yang sangat menarik bagi diri saya.
Buku Misteri di Balik Perintah Membaca 14 Abad yang lalu setebal 313 halaman.
Buku A Full Year or Literacy berisi 287, yang setiap halaman
penuh rona dan warna kegiatan literasi yang telah diamalkan oleh Satria Dharma
selama setahun penuh 2015. Lagi-lagi luar biasa.
Siapa yang membiayai kegiatan
selama setahun itu? Bukan ini yang akan saya ceritakan dalam tulisan ini. Biar
beliau sendiri yang akan menjelaskan. Sekali lagi, saya hanya akan menjelaskan
tiga butir cerita dan kisah yang sangat menarik. Kalau nggak percaya coba ikuti
saja tulisan singkat ini, Bro. Maaf saya menirukan gaya Satria Dharma kalau
sedang bercerita. Baca tulisan singkat ini. Biar mak nyuuus. Lagi-lagi gaya
beliau kalau bercerita, seperti makan dengan rawon dengkul di Surabaya, kampung
halaman Satria Dharma, atau di Trenggalek (maaf, ini kampung halaman Suparlan,
yang nyiapin tulisan ini). Dengan dua butir kisah berikut, saya ingin berbagi
kepada pembaca melaluai tulisan singkat berikut ini.
Pertama, Telepon
Kejutan dari Mendikbud.
Butir kisah ini dinukilkan pada
halaman 151. Telepon ini luar biasa lho! Siapa yang menelpon? Orang pertama di
Kemendikbud!! Siapa yang ditelpon? Satria Dharma. Mantan guru bahasa Inggris di
sekolah di Kota Balikpapan. Mantan Ketua Dewan Pendidikan, Ketua Ikatan Guru
Indonesia (IGI) yang memiliki jaringan di 14 provinsi di Indonesia, dan juga
memiliki 14 lembaga pendidikan, antara lain STIKOM Balikpapan, STIKOM Bali, dan
STIKOM Bandung. Saya jarang membaca informasi yang luar biasa ini, mungkin
beliau tidak mau menunjukkan.
Ceritanya, Satria Dharma memang
tidak biasa mengangkat telepon tak dikenal langsung. Kalau saya yang telepon
malah langsung diterimanya, insya Allah. Maklum, saya memang sudah lama kenal
dengan Pak Satria Dharma ini. Tapi ketika ditelpon oleh Mendikbud, diterimalah
terlepon tersebut.
“Hallo ….! Dengan siapa ini….?”
“Anies, Mas.”
“Anies….? Anies siapa…?”
“Anies Baswedan.”
Ups….!
Ternyata dari Mas Anies
Baswedan….! Mas Menteri.
Cerita selanjutnya sudah barang
tentu tentang Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Ceritanya tentang GIM
(Gerakan Indonesia Mengajar), dan ceritanya tentang Permendiknas 21/2015
tentang Kewajiban Membaca 15 menit setiap hari hari sebelum pelajaran dimulai.
Ceritanya tentu tentang Permendikbud Nomor 23/2015 tentang Penumbuhan Budi
Pekerti. Ceritanya pasti tentang pendidikan di negeri tercinta Indonesia, yang
bahasa nasionalnya termasuk tujuh lingua franca di dunia, yakni MISPARI
(Mandarin, Inggris, Spanyol, Prancis, Arab, Rusia, dan Indonesia). Cerita
tentang MISPARI telah saya tulis di laman pribadi saya
www.suparlan.com. Cerita kejutan telepon dari Mas Menteri ini saya
bayangkan sama dengan ketika saya memperoleh balasan e-mail saya dari Mas
Menteri. Itulah sebutan yang sering saya gunakan untuk menedekat kepada
Mendikbud. Ketika merespon tulisan saya tentang Sekolah Sebagai Taman yang
menyenangkan bagi anak, beliau menjawab singkat sebagai berikut:
“Terima kasih Mas Parlan… akan
saya simpan…
Itu saja balasan beliau.
Tapi itu pun telah cukup berharga bagi saya. Mungkin saja yang balas juga bukan
beliau sendiri. Tapi boleh jadi stafnya. Pastilah tidak seperti Telepon Kejutan
dari Mendikbud yang diterima Pak Satria Dharma. Itulah kelebihan Pak Satria
Dharma dibandingkan dengan diri saya. Alhamdulillah. Kita memang berbeda, dan
perbedaan adalah sunatullah. Saya seriang menulis ini. We are not
looking for a superman, but we are looking for a super team. Kita tidak
ingin mencari orang super seperti Pak Satria Dharma, tapi kita ingin mencari
Pak Satria Dharma yang dapat membangun tim yang super.
Kedua, Kisah Nabi
Musa’
Inilah kisah kedua yang ingin
saya tularkan kepada pembaca. Kisah ini dinukilkan pada halaman 249, hanya
tertulis dalam 6 (enam) halaman saja.
Seperti diri saya, semua orang
memang ingin sukses. Meski kita telah menganut filsafat orang Korea bahwa
“orang sukses tidak santai, orang santai tidak sukses” namun sukses itu sangat
tergantung pada dua hal. Pertama, usaha kita. Kedua, pastilah keputusan Allah
Swt. Setelah berusaha sekuat tenaga, akhirnya kita harus menyerahkan kepada
kehendak-Nya. Allahu Akbar.
Kisah Nabi Musa juga demikian.
Singkat cerita, Nabi Musa diutus Allah Swt untuk mengajak Fir’aun agar kembali
ke jalan Allah, dan bertakwa kepada Allah. Swt. Untuk melaksanakan tugas yang
maha berat ini, Nabi Musa sudah dibekali dengan do’a yang sangat mustajab QS
20: 25-28):
“ Rabbisyrah lii shadrii wayassir
lii amrii wahlul ‘uqdatan min lissanii yafqahuu qawlii.”
Artinya:
Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku
dadaku, dan mudahkanlah untukku, dan lepaskanlah kekuan dari lidahku, supari
mereka mengerti perkataanku.”
Di samping do’a yang mustajab
tersebut, Nabi Musa pun masih belum percaya diri. Oleh karena itu, Nabi Musa
perlu dibantu oleh Nabi Harun yang dikenal sebagai Nabi yang memiliki
kecerdasan interpersonal atau berkomunikasi dengan siapa pun juga. Nabi Harus
ini memiliki METODE KHUSUS dalam melakukan dakwah, yakni metode QAULAN
LAYYINAN, atau KATA-KATA YANG LEMBUT, bukanlah dengan kata-kata yang kasar.
Sekali lagi, bukan dengan kata-kata kasar. Apalagi dengan membawa PENTUNGAN
atau membawa GOLOK, atau malah melakukan BOM atau terorisme.
Terakhir kita harus
yakin bahwa hidayah itu tidak datang dari kita, tetapi datang dari penerima
hidayah. Kita hanyalah menjadi media belaka. Keputusan adalah di tangan Allah.
Itu urusan Allah. Yang wajib kita lakukan adalah berusaha. That’s all.Amin,
ya robbal alamin.
Repost from : http://suparlan.com/2286/satria-dharma-guru-garis-depan-budaya-literasi
Repost from : http://suparlan.com/2286/satria-dharma-guru-garis-depan-budaya-literasi
0 comments:
Post a Comment